Cangkirnya sudah kosong. Kopi pahit ukuran seloki itu dihabiskannya dalam sekali tenggak. Mata sipit nan tajam menatap ke arahku. “Lo tau persis kan siapa gue?” tanyamu lembut, bertentangan dengan matamu yang menyiratkan kekagetan luar biasa.
“Tau” jawabku singkat.
“Dan lo masih mau ngajak gue kawin?”
“Iya”
“Anak gue empat Di, lo ngga akan kebagian apa apa dari gue. Ngga ada yang tersisa di hidup gue”
“Gua tau”
“Utang gue juga masih banyak, I’m struggling with financial, I have no time for romance”
“I know, lo lupa, gua juga tau persis jumlah utang lo berapa”
“You dont deserve this Di, you deserve better, lo hanya akan menderita kalau hidup bareng gue, membosankan, tidak ada cahaya, sibuk dengan rutinitas yang menyesakkan, gue sendiri ngga ngeliat ada tanda tanda akan bahagia”
Aku tatap wajahnya yang terlihat sangat serius. Garis hidup terlukis jelas meninggalkan jejak indah di wajahnya. Tegas tapi lembut, temperamental tapi penyayang, bisa aku pastikan kalau dia tidur sangat sedikit, wajahnya selalu waspada, berpikir sepanjang waktu, senyumnya pelit sekali, hidup terlalu kejam terhadapnya. Tapi aku tau, hatinya hangat.
“What?” tegur Irna.
“Apa?” tanyaku lembut.
“Say something” tuntutnya.
“Na, gua ngga akan merubah ajakan gua sama lo. I want every piece of you. Whole package, tanpa terkecuali.” Aku tatap matanya sepenuh hati.
Aku tidak akan memaksa Irna menerimaku sekarang. Aku tau, dia perlu meyakinkan dirinya sendiri untuk kembali membuka hati.
“Gue ga bisa ngerti elo Di, dan jujur gue juga ga bisa sepenuhnya percaya sama lo. Ini rasanya kayak mimpi. Kondisi seperti ini cuma ada di dongeng, drakor, film, atau sinetron indosiar.” Aku biarkan Irna mengeluarkan isi hatinya.
“Giung tau ga lo? selain itu Di, honestly gue takut patah hati. Ga sanggup gue rasanya kalau harus ambruk lagi.”
Aku tersenyum lebar, jadi bukan tidak mau hanya butuh waktu saja, bisikku dalam hati
“Sudah hampir jam 2, gue mesti jemput anak anak di sekolah Di”
“Oke, gue drop lo dulu di sekolah, baru balik kantor.”
Kuinjak pedal gas perlahan, mobil hitam ini melaju membelah jalanan yang cukup ramai. Membawa kami yang sama sama merasa sepi. Lampu merah menyala, kuhentikan laju mobil. Kami berhenti menunggu lampu menjadi hijau.
Aku kecilkan volume tape, menoleh ke arah Irna, memandangnya dengan seksama. Ira melirik ke arah Andi, “apa siihh looo?”
“Selain takut patah hati, lo takut apa lagi Na?”
“Ga tau Di, gue ngerasa ada yang ga beres aja sama otak lo hahahaha.”
“Monyong hahahhaha”
“Gue ngerasa jelek Di, tua, keriput, item, jobless, utang banyak, sepaket sama anak anak. Dia aja ninggalin gue Di. Gue ngerasa ga pantes aja buat lo, gue juga ga yakin lo bisa tahan sama emosi gue yang ngeswing ga kenal waktu”
“Loh, selama ini yang sanggup ngadepin lo kan cuma gua Na hahaha” ujarku tak bisa menahan tawa.
Irna terdiam, sepertinya berusaha mencerna ucapanku. Duluuu, aku sempet nembak Ira waktu masi SMA, jawaban dia waktu itu “mau temenan aja”.
Aku berharap tidak untuk kali ini, ya Tuhan. Aku akan memperjuangkannya sekuat tenaga.
“Ko diem?” tanyaku
“Ijo tuh…jalan”
Aku lepas rem tangan dan mobil pun kembali melaju.
“Take your time Na, tidak usah terburu buru” ujarku pada Irna. Dia hanya mengangguk tanpa berkata apa apa lagi.
Sebelum turun, Irna bertanya padaku, “gue siapa sih Di?”
“Semua yang ada dipikiran lo bener, tapi itu hanya separuhnya, sisanya akan gue ceritakan kalo lo terima lamaran gue hahahaha.”
“Haish…bye, tengkyu udah drop gue.”
“Semua yang lo sebutkan, yang lo anggap kekurangan, ketakutan, dan kelemahan, adalah yang gua butuhkan Na.” Bisikku dalam hati, tak sanggup keluar dari mulutku.
Dia menghilang dari pandanganku, tapi tidak dari hatiku.
Uunncchhh..
Ceritanya sweet juga. Tapi kayaknya plotnya seperti bertumpuk dari sudut pandang kedua karakternya. Hehehe..
Mbak…
Kumaha gitu dech saya bacanya.. ehm
Berasa jadi saksi.
hahahahaha….hasil menghalu semalaman hahahah
ngopi yuuukkk, ajarin gue nulis hahahaha
gila nulis segini aja keringean hahhahaa
Duhhhh kalau beneran ada cowok sebaik ini….ada gak ya di dunia nyata..
cuma ada disini beb ahhahaha, ga ada di dunia nyata, kalaupun ada mungkin sudah jadi milik orang wkwkwkwkw
Wah, kaya lagi nonton FTV. Hehehe. Eh lupa lagi baca blognya mamam rempong. Kok malah bayangin adegan per adegan ya.
yesss, kupun nulisnya sambil ngayal hahahahah
aduh…. tapi tidak dari hatiku.. enyeeusss pisan bacanya kaak
mau yang beginih hahahahahha
Jejak pertama dulu, gegara kisah si calon iman lanjut nyampe disini.